Rabu, 16 Juni 2010

Semangat Jiwa Kewirausahaan Pada Mahasiswa PTAI : Menuju SDM Berbasis Nilai Nilai Syariah dalam Rangka Menghadapi Tantangan Globalisasi




  1. Membangun Semangat Jiwa Kewirausahaan (entrepreneurship) Mahasiswa PTAI Berbasis Nilai-Nilai Syari’ah
Kompetisi berwirausaha dapat dikaitkan pula dengan mendukung sepenuhnya terhadap pola pendidikan yang ada di perguruan tinggi agama Islam (PTAI) selama ini.
Pendidikan yang sebagaimana tersebut adalah pendidikan yang berorientasi pada pembentukan jiwa entrepreneurship, ialah jiwa keberanian dan kemauan menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar, jiwa kreatif untuk mencari solusi dan mengatasi problema tersebut, jiwa mandiri dan tidak bergantung pada orang lain. Pendidikan yang berwawasan kewirausahaan, adalah  pendidikan yang menerapkan prinsip-prinsip dan metodologi ke arah pembentukan kecakapan hidup (life skill) pada peserta didiknya melalui kurikulum yang terintegrasi yang dikembangkan.1
Dan pendidikan kewirausahaan tersebut sebagai pembentukan karakter di setiap mahasiswa di perguruan tinggi agama Islam atau PTAI, sehingga dapat menjadi sesosok yang mampu mengatasi segala problematika yang terjadi sekarang ini di dalam perekonomian Indonesia.
Oleh karena itu, pendidikan entrepreneurship pada mahasiswa PTAI haruslah benar-benar ditanamkan. Sebab untuk bisa melakukan persaingan di era globalisasi, bukanlah tidak mungkin mahasiswa di PTAI bisa bersaing dan dapat menjadi pemacu semangat menumbuhkan sumber daya manusia yang kreatif, inovatif, berwawasan arif dan santun.
Sebagaimana Thomas W Zimmerer yang menyebutkan bahwasanya kewirausahaan sebagai suatu proses penerapan kreativitas dan inovasi dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan (usaha).
Apa yang disebutkan oleh Thomas W Zimmerer sangat mendukung terhadap semangat kewirausahaan yang akan ditumbuhkan oleh mahasiswa PTAI. Semangat jiwa kewirausahaan ini dibumikan untuk mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di PTAI dengan berbagai macam ilmu pendidikan kewirausahaan.
Sebuah data di BPS Jawa Timur menyebutkan pada bulan Februari 2010, para pekerja pada jenjang pendidikan SD ke bawah masih tetap tinggi yaitu sekitar 10,786 juta orang (55,00 persen), sedangkan jumlah pekerja dengan pendidikan tinggi masih relatif kecil. Pekerja dengan pendidikan Diploma hanya sebesar 318 ribu orang (1,62 persen) dan pekerja dengan pendidikan Sarjana hanya sebesar 892 ribu orang (4,55 persen).
Data tersebut menginformasikan bahwa sumber daya manusia yang menjadi pekerja dengan pendidikan tinggi masih relative kecil, di mana dalam pendidikan Diploma ada 318 ribu orang atau 1,62 persen dan pendidikan Sarjana ada 892 ribu atau 4,55 persen. Artinya masihlah minim sumber daya manusia yang memiliki etos semangat menjadi pribadi yang unggul.
Dalam hal ini yang harus dilakukan adalah pemenuhan terhadap langkah-langkah utama menumbuhkan semangat jiwa kewirausahaan tersebut, seperti meletakkan kategori karakteristik wirausahawan muslim. Karakteristik wirausahawan muslim ini harus dispesifikan kepada mahasiswa. Dimana mahasiswa harus menjadi pribadi tangguh di dalam menghadapi hal-hal yang negatif.
Utamanya menumbuhkan motivasi atau niat yang hendak dilakukan pertamakali, tanpa memandang segala sesuatunya dengan statusnya, siap melayani, patuh terhadap sistem, segera melaksanakan instruksi untuk bekerja, tidak takut terhadap kegagalan, mempelajari keahlian, serta profesional di dalam segala hal. Itulah nantinya, yang memberikan output sumber daya manusia yang benar-benar diharapkan.
Kemudian, motivasi dari setiap individu benar-benar tercipta sebagai makhluk hidup yang dengan cara dan ukuran tertentu yang mampu mencapai tingkat keseimbangan ideal. Jika keseimbangan ini mulai tak serasi, maka motivasi-motivasi fisiologis akan melakukan aktivitas yang pasti mengembalikan tubuh kepada keadaan semula yaitu keseimbangan.
Karena motivasi itu sangat penting, apa yang didefinisikan oleh A. Maslow tentang motivasi psikologi atau sosial, yang salah satunya adalah kebutuhan spritiual meliputi keadilan, kebaikan, keindahan, kesatuan, dan ketertiban. Kebutuhan spiritual yang merupakan kebutuhan fitri dan pemenuhannya sangat tergantung pada kesempurnaan pertumbuhan kepribadian dan kematangan individu.
Jadi, yang harus diperhatikan untuk membangun semangat jiwa kewirausahaan pada mahasiswa PTAI adalah menjadikan kebutuhan spiritual yang ada di dalam motivasi psikologi sebagai kesatuan yang penting. Sehingga ketika membangun semangat jiwa kewirausahaan bagi mahasiswa PTAI tidak saja terlingkup dalam pemenuhan hal bersifat keduniawian namun berbasis nilai-nilai syari’ah. Kepercayaan terhadap spiritualitas kerja inilah yang sesungguhnya menjadi pendorong semangat jiwa kewirausahaan pada mahasiswa PTAI berbasis nilai-nilai syari’ah.



  1. Pembudayaan Semangat Jiwa Kewirausahaan (entrepreneurship) Mahasiswa PTAI Berbasis Nilai-Nilai Syari’ah
Terbentuknya semangat jiwa kewirausahaan pada mahasiswa PTAI tidak terlepas dari adanya kepribadian berkarakter wirausahawan muslim dan daya ungkit motivasi yang tidak dominan terhadap kebutuhan materi saja, melainkan kebutuhan spiritualitas.
Dan untuk memelihara semangat jiwa kewirausahaan mahasiswa PTAI dilakukan dengan pembudayaan terhadap kondisi atau lingkungan yang ada di sekitarnya, sehingga produktifitas pada mahasiswa tetap efisien dan efektif di dalam menghasilkan perilaku yang arif, dan berbasiskan nilai-nilai tambah dari spiritualitas kerja.
Merujuk pada sebuah hadis; “Bekerjalah kamu untuk dunia seolah-olah engkau hidup selama-lamanya, dan bekerjalah kamu untuk akhirat, seolah-olah kamu akan mati esok hari.” (HR. Bukhari). Dan hadis lainnya,“Sekiranya kamu tahu bahwa engkau akan mati esok hari, silakan kamu menanam kurma hari ini.” (HR. Turmudzi).
Hadis tersebut merepresentasikan bahwa penciptaan budaya yang bernilai syari’ah tidak semata-mata mengakui spiritualitas, ataupun mereduksi nilai-nilai keagamaan melainkan menghubungkan antara semangat dan motivasi dengan penciptaan budaya yang memiliki visi dan misi yang jelas.
Di dalam pembudayaan ini, mahasiswa PTAI sebaiknya mengidentifikasi lagi karakter dan kepribadiannya secara tahap demi tahap. Dan pada tahap awal ini, mahasiswa PTAI membuka usaha dan membangun suasana kondusif seolah-olah sudah berada dalam lingkungan pekerjaan yang penuh tekanan, dibarengi dengan suasana kerja yang dijumpainya lebih pada penekanan ingin memberi mashlahah atau kebaikan antar diri sendiri, antar individu dan terhadap usaha yang dijalani.
Di tahap kedua, budaya yang dibangun adalah penerapan profesionalisme terhadap kerja yang islami yang baik dan terbentuk di dalam internalisasi mu’amalah islamiyah. Seperti yang diisyaratkan di dalam Al-Qur'an, surat al-mu’minuun ayat 8.
Tahap ketiga, pembiasaan terhadap 5 S yaitu; salam, senyum, santun, sopan, sempurna. Dengan 5 S tersebut, maka setiap pekerjaan akan terasa ringan. Lebih khusus di dalam mencitrakan diri pada saat beraktifitas.
Dari tiga tahap tersebut, upaya membangun pembudayaan semangat jiwa kewirausahaan yang baik berbasis nilai-nilai syari’ah akan terwujud. Karena dengan tiga tahap inilah yang senantiasa menjadikan diri mahasiswa dapat meneguhkan bahwasanya apa yang telah dilakukan mampu meningkatkan produktifitas yang semakin baik. Inilah pembudayaan yang mampu mengatasi krisis, dari krisis mental sampai krisis manajerial di lini usaha.


  1. Meningkatkan Strategi Sumber Daya Manusia (SDM) Berbasis Nilai-Nilai Syari’ah Menghadapi Era Globalisasi
Genderang perdagangan bebas tahun 2010 sudah ditabuh. Setelah Perjanjian perdagangan bebas atau free trade agreement antara China dan 10 negara anggota perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) diteken pada 29 November 2004 di Laos. Dengan perdagangan bebas, segala macam bentuk terkait perekonomian dan sebagainya dapat leluasa masuk ke dalam negeri hingga membanjiri pasar sekaligus menguasai perdagangan di Indonesia, hal ini dapat saja terjadi jika stakeholder atau pemimpin tidak segera menindak, meningkatkan sumber daya manusia unggulan untuk bersaing di kancah globalisasi ini.
Untuk dapat survive atau bertahan dalam era perdagangan bebas, seharusnya negara memiliki sumber daya manusia (SDM) berkualitas, kreatif, inovatif, dan juga berlatar belakang pendidikan kewirausahaan berbasis nilai-nilai syari’ah. Inilah pentingnya posisi dan peranan sebuah pendidikan kewirausahaan. Sebab melalui metode pendidikan kewirausahaan, semangat jiwa kewirausahaan di setiap individu dapat menghasilkan sumber daya manusia unggulan, tangguh, dan berkarakter.
Perguruan tinggi agama Islam atau PTAI agar ikut serta dalam memberi kontribusi yang berarti untuk menyiapkan SDM yang siap hidup bertahan dan memanfaatkan peluang dari era globalisasi ini yakni dengan mengimplementasikan teori the law of harvest dengan semangat jiwa kewirausahaan.
Hubungan teori the law of harvest dengan semangat jiwa kewirausahaan berbasis nilai-nilai syari’ah berarti upaya meningkatkan etos kerja seseorang di dalam menumbuhkan rasa optimisme dan keyakinan bahwa segala sesuatu yang telah ditanamnya, maka ketika hendak dituai atau dipanen akan memberikan hasil yang memuaskan.
Syarat yang harus diperhatikan untuk meningkatkan SDM berbasis nilai-nilai syari'ah ini yaitu:


  1. Menunjukkan profesionalisme terhadap aktivitas kerjanya, dengan memahami adanya time response (jarak waktu tertentu) di dalam hukum tabur tuai. SDM ini tidak segera meminta hasil, melainkan berproses seiring pembelajaran yang dilaluinya.


  2. Setiap detiknya peluang akan selalu ada, SDM yang handal dengan dasar syari’ah melihat peluang sebagai tantangan, dan ketika peluang mampu diraihnya. Selanjutnya adalah survive (bertahan) di sela-sela menanam kehidupan pada peluang itu. Memang, tidak semudah yang dibayangkan, walaupun demikian, syarat untuk menjadi SDM unggulan yang responsif harus bertahan pada setiap apapun tantangannya.
Dengan teori the law of harvest ini dampak positif yang ditimbulkan adalah:


  1. SDM di PTAI dapat merebut pasar dalam negeri dan pasar luar negeri


  2. SDM di PTAI dapat mengutamakan mutu yang memadai dan memenuhi standar permintaan masyarakat internasional.


  3. SDM di PTAI dapat dengan jeli melihat peluang di setiap lini perekonomian.


  4. SDM di PTAI dapat melaksanakan program pendidikan dengan semangat jiwa kewirausahaan yang berwawasan global dan berkepribadian lokal.
Setelah mampu mengimplementasikan teori the law of harvest di dalam meningkatkan SDM berbasis nilai-nilai syari’ah. Selanjutnya, menfungsikan manajemen qalbu. Sebab SDM yang unggul akan meletakkan kepuasan spiritual di atas kepuasan intelektual.
Apalagi, kecerdasan di manajemen qalbu sangat kompleks. SDM yang bersangkutan harus mengetahui kecerdasan mana yang dipakainya. Maka yang harus dipakai di dalam meningkatkan etos semangat jiwa kewirausahaan berbasis nilai-nilai syari’ah ini yaitu kecerdasan moral dan kecerdasan spiritual.
Dua kecerdasan ini dapat menjaga sisi positif SDM untuk mempertahankan nilai-nilai syari’ahnya sehingga langkah-langkah yang telah ditetapkan tidak keluar jalur. Dimana sikap kemandirian, wawasan global, profesional di bidangnya sebagai pendekatan dan penilaian standar bahwa SDM yang berbasis nilai-nilai syari’ah itulah yang siap untuk menjadi daya saing unggulan, produktif, kreatif dan inovatif di era globalisasi.
Daya saing di dalam globalisasi mencakup Dan budaya muamalah islamiyah menjadi penopang dalam kepribadian SDM.
Penerapan the law of harvest (hukum tabur tuai), teori hukum tabur tuai ini sebagai nilai kuantitas dari hasil yang dibangun. Kemudian, peranan manajemen qalbu harus dominan di dalam mengambil keputusan di pasar. Sampai lahirlah motivasi atas semangat jiwa kewirausahaan berbasis nilai-nilai syari’ah.

PENUTUP


  1. Kesimpulan
Kesimpulan dari pembahasan tentang daya saing SDM PTAI dengan semangat jiwa kewirausahaan berbasis nilai-nilai syari’ah di era globalisasi sebagaimana berikut:


  1. Di dalam membangun semangat jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) mahasiswa PTAI berbasis nilai-nilai syari’ah terpenting dengan menjadikan kebutuhan spiritual sebagai kepercayaan untuk menjadi pendorong semangat jiwa kewirausahaan.


  2. Dalam pembudayaan semangat jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) harus memiliki karakteristik seorang wirausahawan muslim, dan selalu mengaplikasikan 5 S di dalam beraktifitas yaitu: salam, senyum, sopan, santun, dan sempurna.


  3. Dalam meningkatkan strategi sumber daya manusia (SDM) berbasis nilai-nilai syari’ah menghadapi era globalisasi, maka yang harus dilakukan adalah mengimplementasikan teori the law of harvest dengan semangat jiwa kewirausahaan serta menfungsikan manajemen qalbu dengan kecerdasan moral dan spiritual.





manjemen kinerja


Mnajemen kinerja didefinisikan oleh Bocal (1990) sebagai proses komunikasi yang berkesinambungan dan dilakukan dalam kemitraan antara seorang karyawan dan atasan langsungnya. Proses ini meliputi kegiatan membangun harapan yang jelas serta pemahaman mengenai pekerjaan yang akan dilakukan. Ini merupakan sebuah system yang artinya memiliki sejumlah bagian yang semuanya harus diikutsertakan, kalau system manajemen kinerja ini hendak memberikan nilai tambah bagi organisasi, manajer dan pegawai.
Adapun tujuan dan manfaat dalam Manajemen Kinerja adalah untuk membangun harapan yang jelas dan pemahaman tentang;


  1. Fungsi kerja esensial yang diharapkan dari para kayawan


  2. Seberapa besar kontribusi ekerjaan keryawan bagi pencapaian tujuan organisasi.


  3. Apa arti kongkritnya “melakukan pekerjaan engan lebih baik”.


  4. Bagaimana para kayawan dan atasannya bekerjasama unuk memperahankan, memeperbaiki, maupun mengembangkan kinerja karyawan yang sudah ada sekarang.


  5. Bagaimana prestasi kerja dapat diukur


  6. Mengenali beebagai hambatan kinerja dan menyingkirkannya.1


  1. Imbalan Gaji dan Upah alam Manajemen Kinerja
Dessler, dalam bukunya sumber daya manusia, mngataka, gaji adalah sesuau yang berkaitan dengan uang yang diberikan kepda pegawai dan karyawan. Ia berpendapat bahwa system pembayara dapat dibedakan berdasarkan waktu kinerja, yaiu yang dinamkan pembayaran atas dasar lamanya bekerja, misalnya per jam, hari, minggu, bulan, dan sebagainya, dan pembayaran berasrkan hasil kinerja, yaitu pembayaran upah / gaji yang didasarkan pada hasil proses kinerja, misalnya jumlah produksi. Amstrong dan Murlis, dalam bukunya pedoman praktis system penggajian, berpendapat gaji merupakan bayaran pokok yang diterima oleh seseorang.
Dewan Peneliian Pengupahan Nasional mendefinisikan, upah sebagai suatu penerimaan imbalan dari pemberi kerja kepada penerima kerja untuk suatu pekerjaan/jasa yang telah dan akan dilakukan serta berfungsi sebagai jaminan kelangsungan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan produksi. Upah dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan, undang-undang dan peraturan, serta dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pemberi kerja dan penerima kerja.
Langkah-langkah Penetapan Gaji Dan Upah
Ada dua cara yang dipakai dalam penetapan gaji pegawai, yaitu waktu dan jumlah produks. Upah berdasarkan waktu berarti jumlah waktu seorang pekerja berada dikantor. Cara inilah yang umum dipakai pada saat ini. Sebagai contoh, pekerja kasar biasanya dibayar berdasarka upah per jam, atau lebih dikenal pekerja harian. Beberapa manajer professional, sekertaris, dan pegawai digaji berdasrkan lamanya bekerja (seperi seminggu, sebulan, atau setahun). Sementara upah berdasarkan jumlah produksi arinya seorang pegawai digaji berdasarkan jumlah produksi yang dihasilkan atau dikenal sebagai kerja borongan
Untuk menetapkan besarnya gaji atau upah yang adil terdapat lima langkah berikut:


  1. Melakukan survey gaji terhadap beberapaperusahaan lain mengenai besarnya upah untuk pekerjaan yang sebanding


  2. Menentukan nilai dati masing-masing pekerjaan melalai evaaluasi perusahaan


  3. Mengelompkkan pekerjaan-pekerjaan serupa dalam tingkatan upah


  4. Menetapkan harga masing-masing tingkat pembayaran dengan menggunakan kurva upah


  5. Menetukan tarif upah
Adapun Gaji atau Upah dapat disusun menurut:


  1. Prestasi kerja


  2. Lama kerja


  3. Senioritas


  4. Kebutuhan.2


  1. Kompensasi dan Penghargaan


  1. Pengertian dan jenis Kompensasi
Kompensasi bagi perudsahaan berarti penghargaan atau ganjaran pada para pekerja yang telah memberikan kontribusi dalam mewujudkan tujuannya, melalui kegiatan yang disebut bekerja.
Dari pengertian tersebut segera terlihat adanya dua pihak yang memikul kewajiban dan tanggung jawab yang berbeda, tetapi saling mempengaruhi dan saling menentukan. Pihak pertama adalah para pekerja yang memikul kewajiban dan tanggung jawab melaksanakan kegiatan yang disebut bekerja. sedang pihak yang kedua adalah perusahaan yang memikul kewajiban dan tanggung jawab memberikan penghargaan atau ganjaran atas pelaksanaan oleh pihak pertama. Dari sisi lain terlihat juga dalam pengartian tersebut bahwa pekerja yang dilaksanakan itu harus yang relevan, sehingga merupakan kontribusi dalam usaha mewujudkan tujuan perusahaan. Pekerjaan yang dihargai dan diberi ganjaran tersebut, bukan kegiatan-kegiatan diluar upaya organisasi perusahaan dalam mencapai tujuannya.
Kompensasi yang berarti penghargaan atau ganjaran ternyata tidak sekedar berbentuk pemberian upah sebagai akibat dari pengangkatannya menjadi tenaga kerja sebuah perusahaan. Penghargaan atau ganjaran sebagai kompensasi harus dibedakan jenis-jenisnya sebagai berikut:


  1. Kompensasi langsung
Adalah penghargaan atau ganjaran yang disebut gaji, yang dibayar secara tetap Berdasarkan tenggang waktu yang tetap. Sejalan pengertian itu, gaji diartikan juga sebagai bayaran dalam bentuk uang secara tunai atau berupa natura yang diperoleh pekerja untuk pelaksanaan pekerjaannya.
Upah diartikan juga sebgai harga untuk jasa-jasa yang telah diberikan oleh seseorang pada orang lain.sedang dewan penelitian pengupahan nasional, mengartikan upah ialah suatu penerimaan sebagai suatu imbalan dari pemberi kerja kepada penerima kerja untuk suatu pekerjaan yang telah dikerjakan. Selanjutnya pengartian itu dilengkapi pula dengan mengetengahkan fungsi upah yang mengatakan “ berfungsi sebagai jaminan kelangsungan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan produksi yang dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan undang-undang dan peraturan, yang dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pemberi kerja dan penerima kerja”.


  1. Kompensasi tidak langsung ( indirect compenasation )
Kompensasi tidak langsung adalah pemberian bagian keuntungan atau manfaat lainnya kepada para pekerja diluar gaji atau upah tetap, dapat berupa uang atau barang. Dengan kata lain kompensasi tidak langsung adalah program penghargaan atau ganjaran dengan variasi yang luas. Sebagai pemberian bagian keuntungan organisasi atau perusahaan.


  1. Insentif
Insentif adalah penghargaan atau ganjaran yang diberikan untuk memotivasi para pekerja agar produktifitas kerjanya tinggi. Sifatnya tidak tetap atau sewaktu-waktu. Oleh karena itu insentif sebagai bagian dari keuntungan, terutama sekali diberikan pada pekerja yang bekerja secara baik atau yang berprestasi.
Dalam manifestasinya dapat dibedakan antara kompensasi total dan kompensasi khusus pertbedaan tersebut ialah sebgai berikut:


  1. Kompensasi total
Kompensasi ini adalah keseluruhan penghargaan atau ganjaran yang diterima oleh seorang pekerja untuk seluruh pekerjaan yang dilakukannya sebagai kontribusinya pada pencapaian tujuan organisasi.


  1. Kompensasi khusus
Kompensasi ini disebut juga penghasilan tambahan yakni penghargaan atau ganjaran yang diberikan kepada para pekerja dengan status tertentu dalam organisasi atau perusahaan.
Berdasarkan uraian-uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kompensasi merupakan salah satu unsur pembiayaan organisasi atau perusahaan yang sangat penting, karena, akan mempengaruhi harga dasar produknya, baik berupa barang maupun jasa yang dipasarkannya. Dengan demikian berarti kompensasi memiliki aspek bisnis, karena sebagai pembiayaan organisasi atau perusahaan menunjukkan gejala sebagai berikut:


  • Untuk sebuah organisasi atau perusahaan besar dengan belasan atau puluhan ribu pekerja, ternyata jumlah dana yang harus dikeluarkan untuk kompensasi cukup besar pula.


  • Organisasi atau perusahaan harus mampu memilih pekerjaan yang tepat untuk diangkat dan digaji, karena jika memperoleh pekerja yang tidak mampu memberikan kontribusi dalam upaya mencapai tujuan bisnis, berarti pemborosan.


  1. System penghargaan atau ganjaran yang kompensasi
System penghargaan atau ganjaran berkenaan dengan seluruh aspek kompensasi, bahkan termasuk juga diluar kompensasi. Penghargaan atau ganjaran pada dasarnya berarti usaha menumbuhkan perasaan diterima di lingkungan kerja, yang menyentuh aspek kompensasi dan aspek hubungan antara para pekerja yang satu dengan yang lainnya. Di dalamnya termasuk juga perasaan senang, puas dan bergairah dalam bekerja secara fisik, sosial, kesehatan mental, mendapat kesempatan mengikuti pelatihan dan memperoleh simbol status yang dinilai berharga oleh individu.